Sabtu, 12 Mei 2012

CCRF (Code of Conduct Responsible of Fisheries)


Code Of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF) adalah salah satu kesepakatan dalam konferensi Committee on Fisheries (COFI) ke-28 FAO di Roma pada tanggal 31 Oktober 1995, yang tercantum dalam resolusi Nomor: 4/1995 yang secara resmi mengadopsi dokumen Code of Conduct for Responsible Fisheries. Dalam CCRF ini, FAO menetapkan serangkaian kriteria bagi teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan. Sembilan kriteria tersebut adalah sebagai berikut:
Ø  Mempunyai selektifitas yang tinggi.
Ø  Tidak merusak habitat
Ø  Menghasilkan ikan yang berkualitas tinggi
Ø  Tidak membahayakan nelayan
Ø  Produksi tidak membahayakan konsumen
Ø  By-catch rendah
Ø  Dampak ke biodiversty rendah
Ø  Tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi
Ø  Dapat diterima secara social

Enam (6) Topik yang diatur dalam Tatalaksana CCRF adalah
1. Pengelolaan Perikanan;
2. Operasi Penangkapan;
3. Pengembangan Akuakultur;
4. Integrasi Perikanan ke Dalam Pengelolaan Kawasan Pesisir;
5. Penanganan Pasca Panen dan Perdagangan
6. Penelitian Perikanan.

v  Fishing Operations (Operasi Penangkapan)
Dalam fishing operation hal-hal yang perlu dilihat adalah sebagai berikut :
ü  Penanganan over fishing atau penangkapan ikan berlebih.
ü  Pengaturan sistem perizinan penangkapan.
ü  Membangun sistem Monitoring Controlling Surveillance (MCS).
1). Penanganan Over Fishing atau Penangkapan Berlebihan
            Setiap perusahaan yang melakukan penangkapan ikan dilaut, harus mempunyai izin yaitu izin usaha Perikanan (IUP) dan Surat Penangkapan Ikan (SPI). Di samping itu Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) bagi kapal perikanan asing, yang digunakan oleh perusahaan perikanan Indonesia yang telah mempunyai IUP dan PPKA (Persetujuan penggunaan Kapal Asing).
            Syarat dan tata cara pemberian IUP, SPI, PPKA, dan SIPI diatur dalam Bab II Pasal 4 yang berbunyi sebagai berikut : "IUP diberikan kepada Perusahaan Perikanan
apabila telah menyampaikan :
a.   Rencana Usaha.
b.   NPWP.
c.   Akte Pendirian Perusahaan/koperasi.
d.   Izin lokasi dari Pemerintah Daerah (bagi usaha pembudidayaan ikan)
e.   Dokumen Teknis Kapal yang telah dimiliki.
f.   Penyajian informasi Lingkungan (PIL) atau Analisa Dampak Lingkungan    
     (AMDAL) bagi usaha pembudidayaan ikan sesuai peraturan perundang-undangan   
     yang berlaku.
           
2). Pengaturan Sistem Perizinan Penangkapan
            Dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian No.607/KPTS/1976 tentang "Jalur-jalur Penangkapan Ikan. Disini telah diatur lokasi penangkapan ikan yang diizinkan, penggunaan kapal dan alat penangkap ikan yang dituangkan di dalam Surat Izin Perikanan dan Surat Izin Kapal Perikanan.
            Penataan lingkungan dituangkan dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982. Salah satu ketentuan Undang-undang Lingkungan Hidup (UULH) tahun 1982 ini adalah pasal 7 : Sistem perizinan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UULH 82. Ayat (1) pasal ini mengatakan bahwa : "Setiap orang yang menjalankan suatu bidang usaha wajib memelihara kelestarian kemampuan lingkungan hidup yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan". Selanjutnya ayat (2) menetapkan : "Kewajiban sebagaimana tersebut dalam ayat (1) pasal ini "dicantumkan dalam setiap izin" yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang". Penjelasan ayat (2) pasal ini mengatakan bahwa : "Dengan adanya kewajiban tersebut yang dijadikan salah satu syarat dalam pemberian izin, maka penyelenggaraan bidang usaha senantiasa terikat guna melakukan tindakan pelestarian kemampuan lingkungan hidup untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan". Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.1S Tahun 1984 tentang "Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) dalam Bab IV Pasal 7 mengenai Perizinan yaitu : Orang atau badan hukum yang melakukan penangkapan ikan di ZEEI harus terlebih dahulu memperoleh izin dari Pemerintah Indohesia.

3). Membangun sistem Monitoring Controlling Surveillance (MCS)
            Semakin meningkatnya armada perikanan nasional ditambah kehadiran kapal-kapal ikan asing tentu saja menuntut diperkuatnya sistem pengawasan perikanan dalam rangka pengelolaan perikanan laut. Selama 3 tahun terakhir dalam rangka memperkuat fungsi Monitoring Control and Surveillance (MCS) telah terdidik tenaga-tenaga lapangan dalam bentuk PPNS dan WASDI. Sejalan dengan itu sarana pengawasan mulai dilengkapi dengan dibangunnya kapal patroli yang telah disebarkan ke beberapa daerah untuk mengawasi beberapa perairan Indonesia yang menjadi prioritas. Selanjutnya kapal-kapal ikan baik milik asing maupun nasional mulai diharuskan untuk memasang alat monitoring Vessel Monitoring System (VMS) sebagai upaya untuk mengefisienkan pengawasan.
            VMS (Vessel Monitoring System) Sistem Pemantauan Kapal Perikanan merupakan salah satu bentuk sistem yang digunakan untuk pengawasan dan pengendalian di bidang penangkapan dan/atau pengangkutan ikan, dengan menggunakan satelit dan peralatan transmitter yang ditempatkan pada kapal perikanan guna mempermudah pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan atau aktifitas kapal ikan berdasarkan posisi kapal yang terpantau di monitor Vessel Monitoring System di Pusat Pemantauan Kapal Perikanan (Fisheries Monitoring Center) di Jakarta atau di daerah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengawasan.

           





            Sesuai ketentuan dalam pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab, maka setiap kapal perikanan penangkap maupun pengangkut diwajibkan untuk memasang 19 transmitter VMS (Vessel Monitoring System), sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan, Peraturan Menteri Nomor 5 tahun 2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap dan Peraturan Menteri Nomor 5 tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan, yang mengamanatkan kewajiban kapal perikanan untuk memasang transmitter VMS (Vessel Monitoring System).





            Selain penggunaan teknologi informasi dalam bentik VMS, pada MCS ada juga Computerezed Data Base (CDB). CDB merupakan alat komunikasi yang dilengkapi dengan komputer sehingga dapat mengirimkan data-data hasil penangkapan ikan di pelabuhan-pelabuhan dan informasi lainnya. CDB diprogramkan untuk ditempatkan pada pelabuhan-pelabuhan perikanan tipe pelabuhan perikanan samudra, pelabuhan perikanan nusantara, dan pelabuhan perikanan pantai secara selektif. Sistem ini setidaknya telah berada di lebih lima belas pelabuhan di Indonesia.


















DAFTAR PUSTAKA
Fandy, 2010. Teknologi Informasi untuk Kelautan. http://ffaannn.blogspot.com. Di akses  tanggal 7 mei 2012.
Mukhtar, 2012. Kepala Satuan Kerja Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Kendari, Pengawas Perikanan Muda Bidang Penangkapan Ikan, PPNS Perikanan
Pandai K., 2011. Efektivitas Perajinan Usaha Perikanan dalam Melindugi Sumberdaya Laut. Fakultas Ekonomi. Universitas Sumatera Utara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar